Categories: Opini

Pangan Lokal Kasuami Perlu Dipertahankan dan Dilestarikan Sebagai Warisan Budaya Sultra

Share
Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Provinsi Sulawesi Tenggara adalah Provinsi yang berada di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi. Sulawesi Tenggara menyimpan keindahan alam dan eksotisme yang menawan.

Namun, selain itu Sulawesi Tenggara memiliki kekayaan kuliner yang unik dan lezat. Ragam panganan khas Sulawesi Tenggara sebagai berikut: Sinonggi, kasoami, Kabuto, Kambose, Kapusu Nosu.

Salah satu makanan tradisional yang ada di Sulawesi Tenggara adalah Kasoami yang banyak ditemukan di daerah Buton, Muna dan Wakatobi. Kasoami adalah makanan yang berbahan baku dari ubi kayu.

Salah satu makanan khas Suku Buton dan Muna ini dibuat dari tepung ubi kayu dan diolah menjadi gaplek dan difermentasi.

Makanan yang biasanya dibentuk menyerupai kerucut ini dianggap menjadi makanan utama dalam gelaran adat atau tradisi di dalam keluarga Buton.

Posisinya bahkan bisa lebih penting dari pada beras ataupun jagung. Kasoami juga sering disajikan bersama dengan sayur dan juga lauk berbagai olahan ikan. Bisa ikan bakar, ikan goreng, ikan asin.

Menariknya, kasoami juga sering dijadikan bekal dalam perjalanan ataupun menjadi oleh-oleh antar sesama warga Buton. Sebuah kasoami, umumnya dibuat berukuran normal 400-800 gram atau lebih.

Diameter kasoami normal hanya berkisar 10 sentimeter dan tinggi 10 sentimeter. Berwarna kuning kecoklatan, satu buah kasoami berbentuk tumpeng kecil umumnya menghabiskan 2-4 batang singkong parut.

Dalam kondisi normal, seorang bisa menghabiskan satu hingga dua buah kasoami dalam sekali makan. Meskipun bertekstur lembut tetapi kasuami cepat mengenyangkan.

Menurut hasil penelitian BPTP seperti dilansir laman Kementerian Pertanian, menunjukkan bahwa Kasoami ternyata juga memiliki kandungan kalori yang tinggi.

Selain itu, ubi kayu yang masih memiliki kandungan HCN yang bersifat racun menurun kadarnya saat sudah diolah menjadi Kasoami. Sehingga disarankan dalam mengkonsumsi ubi kayu, sebaiknya diolah dahulu menjadi Kasoami.

Dalam pembuatannya, membuat kasoami mirip seperti membuat makanan olahan berbahan singkong seperti umumnya. Ubi Kayu yang telah dipanen akan dikupas dan dicuci. Kemudian akan diparut sampai halus. Hasil parutan tersebut masih basah sehingga untuk menghilangkan kandungan airnya, akan dilakukan pemerasan.

Hasil akhirnya akan berupa kaopi atau semacam ampas. Inilah yang kemudian dijadikan bahan baku utama untuk kasoami. Kaopi yang sudah siap kemudian dipotong-potong, kembali diremas dan diayak hingga sedikit kering. Kemudian tepung kaopi akan dimasukkan dalam cetakan berbentuk kerucut.

Cetakan tersebut biasanya terbuat dari daun kelapa yang disulam. Selanjutnya, cetakan yang telah berisi kaopi tersebut ditutup rapat dan dikukus selama 20 sampai 30 menit agar matang. Setelah matang, kasoami siap disantap.

Bahan-bahan:

Singkong (ubi kayu)

Cara Membuat:
1. Kupas kulit ubi kayu lalu cuci hingga bersih kemudian diparut atau digiling dengan mesin parutan layaknya kita memarut kelapa.

2. Bungkus hasil gilingan dengan menggunakan kain atau karung yang bersih agar produk parutan tetap higinis.

3.Lakukan penindisan untuk mengurangi serta meniadakan kadar air ubi kayu. Biarkan selama 1-3 jam hingga air benar-benar kering.

4. Hancurkan produk menggunakan tangan dengan cara mengelus-elusnya.
Saringlah ubi kayu menggunakan saringan dari anyaman bambu dengan ukuran kira-kira 0.3 cm, hal ini bertujuan untuk mempercepat proses pemasakan kasoami.

5.Masukkan kedalam kulit kukusan berbentuk kerucut yang terbuat dari anyaman daun kelapa.

6. Lalu masukkan kedalam periuk kukusan untuk dikukus.

7. Tunggu hingga partikel-partikel pr-oduk terebut menyatu dan terasa kental jika ditusuk yang menandakan kalau kasoami telah matang dan siap dihidangkan.

Saat ini pemerintah melalui Kementerian Pertanian melakukan diversifikasi pangan yang dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan konsumsi beras sebagai sumber karbohidrat. Pada kesempatan lain Gubernur Sulawesi Tenggara menyampaikan kebujakan diversikasi pangan melalui tiga pendekatan yaitu Teknologi, Bisnis dan Kearifan Lokal.

Pendekatan teknologi dilakukan melalui pemanfaatan teknologi pengolahan pangan. Nantinya, hasil olahan pangan ini dapat disandingkan dengan beras/nasi sebagai menu makanan sehari-hari.

Dengan memanfaatkan teknologi, bentuk asli pangan lokal yang sudah ada di masyarakat diubah baik tampilan maupun dengan memperkaya nilai gizi yang dikandungnya. Pendekatan kedua, yakni pendekatan bisnis.

Dilakukan dengan pola industrialisasi berbasis korporasi, serta peningkatan kuantitas produksi dan pemasaran bagi para pelaku UMKM di bidang pangan lokal.

Pendekatan ketiga yang tak kalah pentingnya, kata gubernur, adalah pendekatan kearifan lokal. Dilakukan dengan mempertahankan kearifan loklal terhadap budaya pola pangan setempat dengan tetap memperhatikan higienitas dalam proses produksi.

Dalam mempertahan eksistensi makanan lokal khas Sulawesi Tenggara maka dipandang perlu adanya sosialisasi, dan promosi yang dimasifkan dalam menguatkan keyakinan masyarakat bahwa mengkonsumsi pangan lokal perlu dipertahankan, baik dari sisi kesehatan maupun pelestarian budaya.

Penulis,

Rusli Badaruddin/Dosen Fakultas Peternakan UHO

Komentar