Hukum

Polisi-PT GKP Diduga “Main Mata”, Warga Wawonii Turun Demo

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Massa aksi yang tergabung dalam Perhimpunan Masyarakat dan Mahasiswa Wawonii (PMMW) menggelar aksi demonstrasi di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (2/12/2019).

Kordinator Lapangan (Korlap) PMMW, Feri dalam orasinya mengatakan bahwa 27 warga Wawonii telah dilaporkan oleh PT Gema Kreasi Pratama (GKP) ke Polda Sultra, atas tuduhan menghalang-halangi aktivitas pertambangan, dugaan atas perampasan kemerdekaan kepada seseorang, tindak pidana penganiayaan dan tindak pidana pengancaman.

Dari 27 warga yang telah dilaporkan oleh PT GKP, dua orang kemudian ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 24 November oleh Polda Sultra, masing-masing bernama Jasmin dan Idris.

Feri pun menilai ada indikasi diskriminatif dalam melakukan penegakan hukum, sebab ada dua hal patut diperhatikan yakni laporan warga atas nama Idris ke Polres Kendari pada 14 Agustus 2019 terkait penerobosan lahan miliknya oleh PT GKP pada 16 Juli 2019 tak kunjung diproses.

Sebaliknya, Idris justru dilaporkan pihak PT GKP ke Polres Kendari dan sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kedua, laporan warga atas nama Labaa, Amin, dan Waana terkait pengrusakan tanaman dan penyerobotan lahan oleh PT GKP pada 22 Agustus 2019 yang berlangsung tengah malam, juga telah dilaporkan ke Polda Sultra pada 30 Agustus dan 1 September 2019 lalu.

Dikatakannya pun kedua laporan tersebut mengendap begitu saja, tanpa ada tanda-tanda untuk ditindaklanjuti oleh pihak Polda Sultra.

“Hal ini patut diduga bahwa pihak kepolisian justru sedang terlibat dalam skema permainan PT GKP, ada kongklikong, memaksa penerobosan lahan milik masyarakat untuk memuluskan niat jahatnya dalam menambang nikel di perut pulau Wawonii,” teriaknya.

BACA JUGA :

Selain itu, pihak kepolisian tampak latah melakukan kriminalisasi, dimana Pasal 333 KUHP yang disangkakan kepada warga, terkesan dipaksakan, dengan tujuan untuk menakut-nakuti warga lain yang selama ini aktif berjuang mempertahankan lingkungan hidup dan hak atas tanah.

Bahwa, tindakan warga yang mengikat para pekerja PT GKP dalam penerobosan lahan itu, secara kontekstual tidak dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana perampasan kemerdekaan, sebab tindakan tersebut dilakukan dalam rangka mempertahankan haknya, bukan melawan hak, serta mencegah terjadinya tindak pidana yang hanya menimbulkan kerugian lebih besar bagi warga.

Adapun keberadaan tambang PT GKP di pulau Wawonii, termasuk perusahaan tambang lainnya, lanjut dia diduga illegal. Pasalnya Wawonii adalah pulau kecil yang luasnya hanya 708,32 km2.

“Berdasarkan ketentuan Umdang – Undang (UU) nomor 1 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau lecil, peruntukannya bukan untuk kegiatan pertambangan,” papar dia.

Tak hanya itu, Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi Sultra dan Kabupaten Konawe Kepulauan (KonKep) serta Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Sultra, peruntukkan pulau Wawonii tidak untuk pertambangan.

“Demikian juga dengan terminal khusus (Tersus) PT GKP yang berlokasi di Desa Sukarela Jaya, Kecamatan Wawonii Tenggara. Keberadaan tersus ini juga tidak mendapatkan rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sultra, sebab lokasi yang digunakan dalam membangun terus ini, seharusnya untuk pemanfaatan umum peruntukan kegiatan perikanan tangkap,” ungkapnya.

Untuk itu, PMMW mendesak agar Kapolri RI memerintahkan Kapolda Sultra untuk menghentikan seluruh proses hukum atas 27 warga Wawonii yang dilaporkan pihak PT GKP, serta lepaskan status tersangka warga yang telah ditetapkan kepolisian.

Selanjutnya, mendesak Gubernur dan Wakil Gubernur Sultra, Ali Mazi-Lukman Abunawas, untuk segera mencabut izin usaha pertambangan PT GKP, serta perusahaan tambang lainnya yang ada di pulau Wawonii.

Tuntutan mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mempidanakan PT GKP yang menambang di pulau kecil Wawonii, serta segera segel Tersus yang dibangun pihak anak usaha Harita Group tersebut.

Selain itu, mendesak Komnas HAM untuk segera membuka ke publik rekomendasi kepada Polda Sultra terkait pelanggaran HAM dan kriminalisasi warga Wawonii yang memperjuangkan lingkungan hidup dan mempertahankan hak kepemilikan atas tanahnya masing-masing.

Berikutnya, mendesak Komnas HAM untuk segera berkoordinasi dengan Kapolri RI dan Kapolda Sultra untuk menghentikan seluruh proses hukum kepada warga. Mengingat keberadaan PT GKP dan terminal khusus yang dibangun di pulau Wawonii diduga cacat administrasi dan tidak memiliki izin lingkungan.

Keenam mendesak Komnas HAM untuk ‘memerintahkan’ Kapolda Sultra agar hentikan seluruh proses hukum bagi 27 warga pulau Wawonii yang telah dilaporkan pihak perusahaan.

Desakan lainnya, mendesak Komnas HAM untuk mengumumkan kepada publik, bahwa Jasmin adalah pejuang lingkungan hidup, dan untuk itu tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana, mendesak Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk segera membuka informasi kepada publik, soal proses penetapan dan dokumen kawasan hutan di lahan-lahan milik warga, yang kemudian telah diberikan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) kepada PT GKP).

Tak kalah penting, mendesak Kapolda Sultra dan Kementerian LHK untuk membebaskan Jasmin dan hentikan proses hukumnya. Karena Jasmin murni memperjuangkan lingkungan hidup, yang dikategorikan Anti Slapp (strategic Lawsuit Against Public Participation), sebagaimana amanat Pasal 66 UU nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Reporter: Sunarto
Editor: Qs

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button