Metro Kendari

Terbukti Bersalah, Kuasa Hukum PT AKM Menduga PT AKP Dibekingi APH

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Carut marut penegakan hukum yang seharusnya dilaksanakan seadil-adilnya, tetapi fakta di lapangan tidak demikian.

Hal itu turut dialami oleh PT Adi Kartiko Mandiri (AKM). Padahal secara legal hukum, Mahkamah Agung (MA) sudah memutuskan Direktur Utama PT Adi Kartiko Pratama (AKP), Ivy Djaya Susantyo bersalah atas kasus tindak pidana (TP) penipuan.

Melihat kondisi ini, ketua tim Kuasa Hukum PT AKM, Jonathan Nau kembali menganggapi persoalan penegakan hukum yang menurutnya sangat sudah tidak sejalan di aturan perundangan-undangan di Indonesia.

Ia menjelaskan bahwa asas hukum pidana Indonesia dimana asas itu dikenal dengan istilah ultimum remedium yang berarti hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum.

Sebab hukum pidana mempunyai sanksi kurungan badan hingga hukuman mati. Dimana sanksi dalam hukum pidana adalah sanksi yang paling berat dibanding dengan sanksi dalam hukum perdata dan sanksi hukum administrasi.

“Artinya hal ini memiliki makna apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui jalur lain seperti kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata, ataupun hukum administrasi, maka hendaklah jalur tersebut terlebih dahulu dilalui,” ujarnya.

Maka berdasarkan asas ultimum remedium PT AKM melaporkan ke Polda Sultra, mengenai dugaan TP penipuan yang dilakukan oleh pemilik PT AKP, Ivy Djaya Susantyo karena telah mengambil dan mengalihkan lahan tambang beserta segala perizinannya milik PT AKM dengan cara menipu.

Menurutnya laporan PT AKM ini adalah upaya terakhir agar Ivy Djaya Susantyo tidak terus melakukan perbuatan kejahatan kepada PT AKM dengan cara PT AKP terus melakukan aktifitas pertambangan diatas lahan milik PT AKM.

Atas dasar laporan PT AKM ini, Ivy Djaya Susantyo ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Sultra. Kemudian Pengadilan Negeri (PN) Kendari memutuskan tersangka terbukti melakukan TP penipuan, namun tidak dengan kurungan.

Lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sultra melalukan upaya hukum kasasi. Dalam putusan MA, Ivy Djaya Susantyo terbukti bersalah dan mendapat hukuman penjara selama satu tahun.

Dari keputusan yang berkekuatan hukum tetap itu, kuasa hukum PT AKM pun mempertanyakan apakah sudah terjadi penegakan hukum sesuai asas ultimum remedium?

Dimana kuasa hukum PT AKM menduga PT AKP dilindungi oleh aparat penegak hukum (APH) dalam melakukan aktifitas penambangan di lokasi tambang PT AKM.

Ia pun kembali mempertanyakan, apakah telah terjadi penegakan hukum apabila seorang terpidana penipuan dalam kasus Ivy Djaya Susantyo melalui PT AKP terus melakukan kejahatan dengan mengambil hak milik orang lain dengan cara terus menjual ore nikel yang berasal dari lahan tambang PT AKM?

Terakhir, apakah telah terjadi penegakan hukum apabila korban kejahatan dalam kasus ini para pemilik PT AKM terus mengalami kerugian karena lahan tambangnya terus dikelola oleh PT AKP dan ketika para pemilik PT AKM datang untuk mencegah perbuatan tersebut, Polda Sultra, datang menangkap orang PT AKM, hanya karena laporan dari terpidana penipuan?

“Maka sungguh sangat beralasan hukum jika PT AKM mempertanyakan kenapa Polda Sultra tidak mau menghentikan aktifitas penambangan PT AKP dilahan tambang PT AKM. Padahal kasus ini adalah kasus pidana yang tujuan akhir penegakannya hukumnya harus menghentikan tindakan pelaku kejahatan dan melindungi hak-hak korban kejahatan,” ujar dia kepada Detiksultra.com, Rabu (25/8/2021).

Kemudian lanjut dia, yang harus dipahami bahwa hukum pidana adalah bagian dari hukum publik, dimana negara melalui alatnya yaitu institusi APH demi menjaga kepentingan masyarakat mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan sanksi.

Sehingga hak keperdataan dan hak administrasi yang lahir dari suatu perbuatan pidana menjadi gugur. Hal ini dapat dilihat sangat jelas dalam UU nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dimana dalam pasal 2 ayat (1) huruf (r) yang menyatakan bahwa hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana penipuan.

Tak hanya itu, tentang tindak pidana ini dapat mengesampingkan proses hukum lainnya seperti keperdataan dapat dilihat melalui sikap MA dalam sema nomor 4 tahun 1980 tentang Prejudiciel Geschil.

“Disitu dijelaskan bahwa hakim pidana tidak terikat pada putusan hakim perdata,” jelas Jonathan Nau.

Sehingga berdasarkan prinsip hukum pidana dan ketentuan di atas jelas bahwa aktifitas pertambangan yang dilakukan oleh PT AKP saat ini adalah tindakan ilegal dan harta yang diperoleh juga adalah hasil kejahatan yang dapat dikenakan pidana.

Ia pun dengan tegas, APH yang membantu dan melindungi PT AKP melanjutkan aktifitas menambang di atas IUP hasil kejahatan penipuan tidak bertindak sebagai penegak hukum tetapi ikut membantu kejahatan.

Maka yang menjadi pertanyaan sentral dari kisruh ini, apakah dalam kasus ini, hukum telah ditegakkan atau diinjak-injak? karena asas dan doktrin hukum pidana seharusnya korbanlah yang dilindungi dan aparat penegak hukum bertugas mencegah pelaku kejahatan melakukan kejahatan berulang-ulang khususnya terhadap korban kejahatan.

Tetapi dalam kasus ini justru secara sangat kasat mata terpidana penipuanlah yang terus dilindungi oleh penegak hukum untuk melakukan kejahatan berulang kepada korban.

“Saran kami untuk mengakhiri carut marut dan kisruh penegakan hukum dalam kasus ini, maka berdasar hukum Polda Sultra menghentikan segala aktifitas PT AKP dan bersikap independen serta profesional dalam penegakan hukum dan jangan takut dengan intimidasi dari terpidana penipu,” tukasnya.

Reporter: Sunarto
Editor: Via

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button