Usut Penyedia Dokumen Terbang, Kejati Selidiki Aliran Dana Tambang Ilegal Blok Mandiodo
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Tujuh tersangka telah ditetapkan pada pusaran kasus dugaan tindak pidana korupsi tambang di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra). Meski begitu, penyidikan kasus dugaan korupsi tambang ilegal yang membuat negara merugi hingga mencapai Rp5,7 triliun dari perhitungan sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), masih terus berlanjut.
Penyidik tindak pidana korupsi Kejati Sultra mengejar penyedia dokumen terbang dalam memuluskan tindak kejahatan PT Lawu Agung Mining (LAM) mengeruk ore biji nikel di WIUP PT Antam secara ilegal.
Diketahui, Direktur PT Kabaena Kromit Pratama (KKP), AA ditetapkan tersangka lantaran terbukti dokumen perusahaannya digunakan PT Lawu menjual ore nikel hasil penambangan ilegal ke pabrik smelter.
Dalam proses penyidikan, Kejati Sultra menyebut bukan hanya dokumen PT KKP yang menjadi alat untuk menjual jutaan metrik ton ore nikel. Tetapi ada beberapa perusahaan tambang lainnya yang berada di sekitar WIUP PT Antam diduga ikut terlibat.
Terendus perusahaan lain diantaranya PT Cinta Jaya dan PT Tristaco Makmur Mandiri. Kedua perusahaan tambang itu sudah dilakukan pemeriksaan awal pada 26 Juli 2023 bertempat di Kejati Sultra.
Hadir dalam pemeriksaan, Kuasa Direktur PT Cinta Jaya, AS dan Direktur PT Tristaco Makmur Mandiri, RT. Keduanya diperiksa mulai pukul 09.00 Wita pagi hingga malam.
“Status mereka (Kuasa Direktur PT Cinta Jaya dan Direktur PT Tristaco Makmur Mandiri) masih saksi dalam kasus dugaan korupsi pertambangan di Blok Mandiodo,” ujar Asintel Kejati Sultra, Ade Hermawan, beberapa waktu lalu saat ditemui awak media.
Mengenai adanya perusahaan tambang selain PT Cinta Jaya dan PT Tristaco Makmur Mandiri yang dipanggil untuk periksa, tinggal melihat hasil pemeriksaan.
Sebab pemanggilan terhadap pihak-pihak, berdasarkan hasil pengembangan keterangan pihak terperiksa baik yang statusnya sudah menjadi tersangka maupun masih berstatus saksi.
Selain itu, pihaknya tengah menyelidiki dugaan aliran dana tambang ilegal di Blok Mandiodo yang konon turut dinikmati sejumlah oknum pejabat di Sultra.
Namun pada prinsipnya menurut Ade Hermawan, Kejati Sultra sedang mendalami seluruh pihak yang terlibat dalam persengkongkolan penambangan ilegal.
“Semuanya sedang kami dalami,” jelasnya.
Sebagai informasi, pada awal tahun 2021 Kerja Sama Operasional (KSO) di WIUP PT Antam terbentuk. PT Antam berkerjasama serta memberikan kepercayaan kepada PT Lawu sebagai kontraktor mining dan Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Sultra berperan selaku Ketua KSO.
PT Lawu dan Perumda Sultra diberikan tanggung jawab menggarap 22 hektar lahan milik PT Antam di Blok Mandiodo, Konawe Utara (Konut). Perjanjiannya, seluruh hasil penambangan ore nikel PT Lawu harus dijual ke PT Antam dengan harga yang telah disepakati bersama.
Namun semenjak 2021 hingga seterusnya berproduksi, PT Lawu hanya menjual sebagian kecil ke PT Antam dan sisanya dijual ke pabrik smelter. Bahkan, dari 22 hektare, PT Lawu melalui subkontraktor yang ditugaskannya menambang, berani menerobos kawasan hutan lindung sekitar 157 hektar.
Dari hasil penambangan tersebut, PT Lawu mengakalinya dengan menggunakan dokumen terbang perusahaan tambang lainnya yang berada disekitar WIUP PT Antam untuk menjual ore nikel, sehingga seolah-olah ore nikel tersebut berasal dari WIUP perusahaan dimaksud (penyedia dokumen terbang). (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: Wulan