Upaya DPMD Sultra Mendorong Pemerintah Desa Menuju ‘Smart Pemdes’
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menekankan pemerintah desa (Pemdes) harus mampu mengimplementasikan yang namanya “Smart Pemdes”.
Kepala Bidang (Kabid) Pemdes DPMD Sultra, Syaifullah menekankan pemerintaan di desa harus mampu melaksanakan proses penyelenggaran pemerintahan dengan baik.
Kemudian perencanaan dan pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa dengan efektif serta efesien berdaya guna dan berhasil menggunakan teknologi.
“Maju desanya, makmur dan sejahtera warganya. Barangkali itu cita-cita dan ekspetasi yang menjadi dambaan banyak orang dengan digelontorkannya dana desa (DD) begitu diberlakukan undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,” ungkap dia, Kamis (4/11/2021).
Saat ini Pemdes memiliki kewenangan yang luas sejak perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban pembangunan di desa itu sendiri, baik kewenangan hak asal usul, kewenangan lokal berskala desa maupun kewenangan penugasan dari pemerintah di atasnya.
Menurut Syaifullah sumber pembiayaan pembangunan dalam anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) juga bervariasi.
Mulai Alokasi Dana Desa (ADD), Dana Desa (DD), Bagi Hasil Pajak dan Retribusi (BHP BHR), Pendapatan Asli Desa (PADes) bahkan Bantuan Keuangan Kegiatan (BKK).
Secara kasat mata implikasi dengan penerapan UU Nomor 6 Tahun 2014 memang sangat terlihat dan dapat dirasakan langsung kegiatan pembangunan desa yang dinilai semakin pesat.
Setidaknya, karena anggaran yang dikelola dalam APBDes naik secara fantastis dan semakin besar dibanding dengan kondisi sebelum tahun 2015.
Tentu kemajuan desa tidak hanya diukur oleh banyaknya kegiatan pembangunan yang dikelola desanya. Namun ada indikator dan ukuran keberhasilan yang bisa menggambarkan kemajuan dan perkembangan desa.
Faktor ketajaman prioritas, inovasi kegiatan dan kualitas perencanaan desa akan menentukan secara signifikan kecepatan perkembangan desa.
Desa yang didukung oleh kapasitas pemerintah desa yang memadai disertai partisipasi masyarakat yang tinggi serta sinergi kelembagaan desa yang maksima, tentu akan membawa kemajuan desa akan semakin cepat.
Sebaliknya, kendatipun telah dikucurkan DD yang besar, tidak menjamin adanya kemajuan yang cepat manakala tanpa ditopang kapasitas pemerintah desa yang memadai. Kerja sama yang baik dengan kelembagaan desa dan dukungan partisipasi masyarakat yang optimal.
“Kemajuan dan kemandirian desa sangat ditentukan oleh sejauhmana kemampuan Pemdes dengan kewenangan desa dan keuangan desanya mampu berkolaborasi atau kerja sama dengan kelembagaan desa serta dukungan partisipasi masyarakat untuk dapat mengelola potensi desanya meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa, kesejahteraan masyarakat, kemajuan ekonomi, sosial, budaya dan teknologi,” urainya.
Lebih lanjut, Syaifullah menuturkan dalam memahami dan memotret perkembangan desa, saat ini pemerintah telah melakukan pengukuran atau penilaian dengan menggunakan tolok ukur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 81 Tahun 2015 tentang Evaluasi Perkembangan Desa dan Kelurahan (EPDesKel).
Dijelaskannya, evaluasi EPDesKel adalah suatu upaya penilaian tingkat penyelenggaraan pemerintahan, kewilayahan, dan kemasyarakatan yang didasarkan pada instrumen EPDesKel guna mengetahui efektivitas dan status perkembangan serta tahapan kemajuan desa dan kelurahan.
Tujuan EPDesKel untuk mengetahui efektivitas, tingkat perkembangan kemajuan, kemandirian, keberlanjutan pembangunan, kesejahteraan masyarakat, serta daya saing desa dan kelurahan melalui pembangunan Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka NKRI.
Adapun indikator EPDesKel di dalamnya terdapat profil desa dan kelurahan 2 (dua) tahun terakhir, memiliki Peraturan Desa (Perdes) tentang RPJM desa dan kelurahan, RKP, serta indikator evaluasi penyelenggaraan bidang pemerintahan, kewilayahan, dan memasyarakatan.
1. Evaluasi bidang pemerintahan: kinerja, inisiatif dan kreativitas dalam pemberdayaan masyarakat, desa/kelurahan berbasis teknologi informasi dan pelestarian adat dan budaya.
2. Evaluasi bidang kewilayahan: identitas, batas, inovasi, tanggap dan siaga bencana, dan pengaturan investasi.
3. Evaluasi bidang kemasyarakatan: partisipasi masyarakat, lembaga kemasyarakatan, pemberdayaan kesejahteraan keluarga, keamanan dan ketertiban, pendidikan, kesehatan, ekonomi, penanggulangan kemiskinan, dan peningkatan kapasitas masyarakat.
Sementara itu, Plt DPMD Sultra, La Ode Paliawaludin mengatakan, dalam memenuhi indikator penyelenggaraan pemerintahan, kewilayahan dan kemasyarakatan di desa dan kelurahan faktanya tidak mudah, tidak seperti membalikkan telapak tangan.
Menurut dia, butuh kerja keras menyiapkan sistem dan sarana prasarana untuk melakukan pembangunan. UU Nomor 6 Tahun 2014 menganut dua pendekatan dalam pembangunan desa.
Membangun desa dan desa membangun. Pendekatan membangun desa merupakan perspektif yang menempatkan kawasan perdesaan sebagai sasaran dan lokus inti pembangunan.
Sedangkan pendekatan desa membangun merupakan perspektif yang memposisikan dan memperankan pemdes dan kelembagaannya sebagai subjek dan objek pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Sehingga desa dan kelurahan berdasarkan amanah Permendagri Nomor 81 Tahun 2015, mendorong agar pemerintahan di tingkat desa dan kelurahan dapat berkembang.
“Artinya semakin kecil perbedaan kemajuannya antara kota dengan desa, atau ketimpangannya rendah, maka diharapkan tidak terjadi urbanisasi, atau bahkan justru kembalinya potensi SDM desa. Makanya kita dorong yang namanya Smart Pemdes,” tandasnya.
Reporter: Sunarto
Editor: Via