PT Arga Morini Indah dan PT VDNI Diduga Menambang Ilegal di Buteng, APH Diminta Bertindak
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kejahatan lingkungan pada kegiatan pertambangan nikel bukanlah hal yang tabu dalam pemanfaatan sumber daya alam di negeri ini.
Hal tersebut nampak pada praktek illegal mining yang penindakannya belum maksimal. Itu dapat dilihat dari jumlah laporan dugaan illegal mining yang sampai ke meja aparat penegak hukum (APH) dan telah berapa kasus yang ditindaklanjuti dan siapa saja yang telah diproses hukum.
Demikian pula yang terjadi pada aktivitas PT Arga Morini Indah (AMI), sebuah perusahaan pertambangan nikel yang beroperasi di Desa Talaga I, Kecamatan Talaga I, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), seolah dibiarkan beroperasi oleh pihak Kepolisian Daerah Sultra, Dinas ESDM Sultra dan Dinas Kehutanan Sultra.
Berdasarkan laman website geoportal kementerian ESDM RI ditemukan bukaan lahan seluas puluhan hektar pada kawasan HPT milik perusahaan tersebut yang diduga kuat tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).
Berdasarkan UU No 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan pengelolaan kawasan hutan produksi terbatas (HPT) mesti mendapatkan izin pinjam pakai kawasan hutan yang diterbitkan oleh Kementerian Kehutanan Dan Lingkungan Hidup, sedangkan dalam data perusahaan tambang pemegang IPPKH se-Sultra tidak ditemukan PT AMI
Direktur Kajian dan Analisis Data Indonesian Mining Monitoring (IMMO), Ahmad Iswanto mengatakan bahwa pihaknya sedang merampungkan fakta-fakta dugaan ilegal mining PT AMI yang terjadi dikawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Tidak hanya itu pihaknya menemukan fakta lain bahwa PT. AMI tidak memiliki terminal khusus (TUKS). Sehingga ada dugaan penggunaan Jety milik PT. Anugrah Harisma Barakah (AHB) selaku tetangga, entah sepengetahuan perusahaan tersebut ataupun tidak, karena hasil konfirmasi kepihak Syahbandar wilayah setempat perusahaan tersebut sedang tidak beroperasi.
Ahmad mengatakan bahwa negara mengalami banyak kerugian pada kegiatan pertambangan yang diduga dilakukan oleh PT AMI dalam kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT), baik disektor Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) maupun kerusakan hutan yang ditimbulkan akibat kegiatan pertambang yang tentu jauh dari kaidah-kaidah penambangan yang ideal.
“Untuk itu kami mendorong aparat penegak hukum dalam hal ini Polri dan Kejaksaan untuk segera melakukan penindakkan terhadap kegiatan PT AMI yang diduga dilakukan dalam kawasan HPT tanpa IPPKH,” katanya, Selasa (21/12/2021).
Selain dugaan ilegal mining, saat ini pihaknya sedang melengkapi data mengenai proses pembaharuan direksi PT AMI apakah telah sesuai prosedur atau tidak.
Pihaknya juga menemukan beberapa kejanggalan, ternyata perusahaan tersebut adalah konsorsium dari tiga perusahaan yaitu PT Jacaranda Indonesia Investama (JII) dengan saham 35 persen.
PT Daidan Grup Indonesia (DGI) dengan saham 35 persen serta PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dengan saham 30 persen.
Selain PT VDNI, kedua perusahaan konsorsium lainnya tidak terdaftar di Website MODI Kementerian ESDM RI sehingga diragukan kelegalannya.
Secara otomatis hanya PT VDNI yang jelas legalitasnya, akan tetapi perusahaan tersebut merupakan perusahaan asal china dengan Status penanaman Modal Asing (PMA) yang bergerak dalam pembangunan kawasan Industri Pengolahan dan Pemurnian Nikel berdasarkan IUP OP Nomor: 44/1/IUP/PMA/2017, karena IUP nya hanya pada peruntukan itu maka dalam ketentuanya tidak boleh melakukan penambangan.
Ahmad menduga bahwa PT AMI merupakan perusahaan akal-akalan PT VDNI demi menghindari tanggung jawab perizinan PMA, untuk menutupi kedok perusahaan PT. VDNI lalu memasukkan PT JII dan PT DGI sebagai konsorsiumnya.
“Untuk itu kami akan melaporkan kasus dugaan Ilegal mining dan Proses perubahan direksi PT AMI yang dinilai inprosedural kepada Mabes Polri, Kejaksaan Agung, KPK RI, Kementerian ESDM RI dan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup,” tandasnya.
Hingga berita ini diterbitkan di portal Media Online Detiksultra.com, jurnalis media ini belum dapat mengkonfirmasi ke pihak yang dituding melakukan dugaan ilegal mining. (bds*)
Reporter: Sunarto
Editor: J. Saki