Polda Sultra Bersama Forkopimda Gelar Sarasehan, Diskusi dan Deklarasi Damai
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar sarasehan, diskusi dan deklarasi damai bertajuk “Merawat Harmoni, Merajut Kebhinekaan dalam Perbedaan Guna Menjaga Situasi Kamtibmas yang Kondusif”.
Diskusi dan deklarasi damai tersebut digelar di Aula Dachara Polda Sultra pada Senin 20 September 2021, dan dihadiri Forum Kordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) serta 18 perwakilan organisasi kerukunan etnis di Sultra.
Hal tersebut merupakan cara persuasif dan edukatif dilakukan pemerintah dan kepolisian dalam menyikapi kondisi keamanan dan ketertiban di Kota Kendari.
Kegiatan ini juga menyikapi perseteruan dua kelompok massa yang masing-masing membawa senjata tajam (sajam) serta tindakan anarkisme beberapa waktu lalu.
Bahkan peristiwa kedua masa yang bertikai itupun memicu beragam respon negatif serta keresahan dari berbagai kalangan masyarakat.
Kapolda Sultra Irjen Pol Yan Sultra Indraya mengatakan, semua pihak harus bertanggung jawab dalam menciptakan situasi kamtibmas di Sultra.
“Globalisasi memunculkan kejahatan dimensi baru, hoaks banyak beredar mengganggu kerukunan dan kehidupan berbangsa,” ujar Kapolda dalam sambutannya.
Yan Sultra juga berharap semua pihak merasa bertanggung jawab untuk menjaga keberagaman apalagi di masa sekarang ini semua informasi menghasut sering beredar tanpa jelas kebenarannya.
“Memudarnya nilai luhur kebangsaan, paham terorisme, anarkisme, separatisme, serta intoleransi terus merongrong rasa persaudaraan kita, dari dialog yang digelar seperti ini dapat menumbuhkan persaudaraan, menjaga keragaman, merajut persatuan serta menghilangkan benih-benih pertikaian,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Gubernur Sultra Ali Mazi juga mengatakan bahwa Sultra adalah daerah multikulturalisme yang terdiri dari berbagai macam suku, agama, etnis, dan budaya.
“Multikulturalisme membawa dampak positif maupun negatif dampak positifnya dapat memperkokoh persatuan sementara, dampak negatifnya dapat menimbulkan perpecahan,” kata dia.
Dilanjutkannya, untuk itu, dibutuhkan dialog berkala antara semua tokoh, di antaranya tokoh masyarakat, agama, adat, paguyuban, serta ormas lainnya.
“Sarasehan seperti ini sangat penting. Bagaimana kita bersilaturahmi untuk saling memahami, bagaimana kita menjalin kedekatan batin kita, karena nda ada gunanya kita bertikai,” tukasnya.
Tak hanya itu, pemberdayaan ekonomi kepada semua masyarakat harus dilakukan tanpa melihat latar belakang suku, agama, budaya, maupun gender.
“Ini yang kita tekankan, pemberdayaan demi terwujudnya keadilan. Sementara itu, media harus proaktif berperan menghadirkan berita yang mencerahkan guna menangkal berita yang menyesatkan,” pungkasnya. (bds*)
Reporter : Erik Lerihardika
Editor: J. Saki