Categories: Metro Kendari

Polda Sultra Beberkan Hasil Penyelidikan Tambang Tanpa Izin

Share
Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kepolisian Daerah (Polda) Sultra memaparkan hasil penyidikan sementara yang dilakukan terhadap perusahaan penanaman modal asing (PMA) asal Tiongkok, PT Obsidian Stainless Steel (OSS) yang ditindak pada Jumat (28/6/2019) lalu karena diduga tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan izin pinjam pakai kawasan hutan (IPKHH).

Kabid Humas Polda Sultra, AKBP Harry Goldenhardt, menjelaskan, hasil penyelidikan sementara menunjukkan PT OSS diduga telah melakukan aktivitas pertambangan tanah urug yang digunakan sebagai tanah timbunan pembangunan pabrik dan tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dengan melakukan kegiatan di kawasan hutan konservasi.

[artikel number=3 tag=”tambang,kendari”]

“Sudah cukup lama dilakukan penyelidikan oleh pihak Ditkrimsus Polda Sultra, namun kami harus berhati-hati. Penyelidikan terhadap PT OSS dilakukan hampir memakan waktu tiga bulan lamanya yang mencakup penyelidikan terhadap dokumen-dokumen yang dimiliki, siapa-siapa yang terkait, dan operasional mereka di lapangan,” terangnya kepada Media, Senin (1/7/2019).

Menurutnya, sebelum menetapkan korporasi yang berinduk di Virtue Dragon Nickel Industrial Park (VDNIP), di Kecamatan Morosi, Konawe tersebut menjadi tersangka, telah dilakukan penyelidikan cukup lama memantau segala gerak-gerik perusahaan tambang tanah geruk itu.

Selain itu, Kapolda Sultra, Brigjen Pol Iriyanto saat ditemui media ini berjanji jika semuanya akan diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

“Memang ada admintrasi yang tidak benar, makanya dilakukan penindakan oleh kepolisian,” jelasnya.

Sementara itu, menurut Undang-undang no 4 tahun 2009 terkait sanksi pidana bila melakukan pertambangan tanpa izin tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara berbunyi
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IPR atau IUPK
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal
40 ayat (3), Pasal 18, Pasal 67 ayat (I), Pasal
74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan denda paling banyak Rp
10 miliar”.

Reporter: Anca
Editor: Rani

Komentar