Kuasa Hukum Beberkan PT JAP Belum Lakukan Aktivitas Penambangan
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – PT James and Armando Pundimas (PT JAP) diduga telah melakukan aktivitas penambangan ilegal di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinisi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Atas dugaan itu, tim penegak hukum terpadu (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) wilayah Sulawesi menangkap Direktur PT JAP, inisial RMY beberapa waktu lalu.
Terduga juga telah diserahkan oleh Gakkum KLHK wilayah Sultra kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, untuk dilakukan proses hukum selanjutnya.
Menyikapi itu, tim kuasa hukum PT JAP, angkat bicara. Ricky K Margono mengatakan pihaknya sejak awal senantiasa mengedepankan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
“Kegiatan perusahaan senantiasa didasarkan pada perolehan perizinan sebagaimana yang telah ditentukan oleh hukum. Mengenai adanya tuduhan kegiatan penambangan ilegal atau penguasaan kawasan hutan tanpa izin, dapat kami tegaskan bahwa tuduhan tersebut tidak benar, karena di titik koordinat tersebut memang tidak ada kegiatan penambangan,” ujar dia, Kamis (17/3/2022).
Adapun kegiatan yang dimaksud, lanjut dia adalah kegiatan pembuatan jalan untuk koridor yang dilakukan oleh pihak ketiga dan telah memilih izin lengkap.
Pembuatan jalan koridor tersebut juga telah dilakukan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku dan bukan atas inisiatif perusahaan.
Pasalnya, perusahaan tidak memiliki alat berat dan tidak menyewa alat berat serta tidak memiliki kemampuan untuk melakukan kegiatan penambangan karena memang tidak memiliki karyawan yang jumlahnya cukup untuk melakukan penambangan.
“Tapi kenapa pak RMY ini ditangkap dan disangkakan menambang illegal di kawasan hutan produksi bebas. Ada apa? bagaimana mungkin kami mau menambang sementara belum ada IPKKH,” tuturnya.
Ia juga mengklaim, beberapa tahun terkahir, perusahaan hanya memiliki Karyawan tetap maupun kontrak dengan jumlah kurang dari 5 orang juga tidak pernah meminta orang lain untuk bekerja atas nama perusahaan.
Selain itu, perusahaan juga tidak memiliki atau menyewa laboratorium untuk melakukan penambangan dan tidak ada sedikitpun kegiatan penambangan yang dilakukan perusahaan.
“Kegiatan PT JAP ini masih menitikberatkan pada penyelesaian terhadap izin-izin yang diperlukan sehingga belum diperlukan keberadaan tenaga kerja layaknya perusahaan penambangan pada umumnya,” kata dia
Mengenai tuduhan adanya kerusakan hutan yang dituduhkan oleh Gakkum KLHK kepada PT JAP, ia menegaskan, bahwa kerusakan tersebut justru terjadi setelah penyelidikan terhadap perusahaan.
Artinya, kerusakan tersebut dilakukan oleh pihak-pihak lain yang sengaja mengambil keuntungan dari adanya tuduhan terhadap PT JAP.
Pihak-pihak yang mengambil keuntungan tersebut telah sengaja melakukan perusakan hutan dan cenderung terlihat leluasa saat melakukan perusakan hutan, karena kegiatan itu dilakukan secara terbuka dan untuk jangka waktu yang cukup lama tanpa ada teguran/penindakan dari yang berwenang.
Padahal salah satu perusahaan (PT A) yang telah mengantongi Surat Persetujuan Penggunaan Koridor (SPPK) di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) berdasarkan IPPKH, meminta kepada salah satu perusahaan yakni PT B untuk mengerjakan perbaikan dan pelebaran koridor jalan berdasarkan Surat Perintah Kerja (SPK) yang ada.
Tetapi, PT B ini melewati dan memasuki kawasan IUP OP dari PT JAP. Dalam rangka penyelamatan dan dikhawatirkan ada nilai komersial dari tanah hasil pembuatan jalan tersebut. Olehnya itu PT JAP meminta kepada PT B agar meletakan tanah tersebut di tempatnya.
“Namun gumpalan tanah pelebaran lahan koridor yang dilakukan oleh PT B ini dan disimpan di lahan PT JAP dan ternyata menjadi temuan. Karena itulah, PT JAP dituding telah melakukan penambangan ilegal. Padahal tanah penggalian tersebut bukan aktivitas dari PT JAP, hanya disimpan dalam lahan PT JAP,” bebernya
Kini pihaknya, telah melakukan pengaduan kepada Penyidik Gakkum KLHK baik secara informal maupun secara formal pada tanggal 19 Januari 2022 lalu.
Akibat masalah ini, penyidik Balai Pengamanan dan Gakkum KLHK mendapat laporan dan mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) tertanggal 21 Oktober 2021.
Naasnya, ternyata tim penyidik KLHK telah menetapkan RMY Direktur Utama PT JAP sebagai tersangka dalam kasus penambangan nikel ilegal dalam kawasan Hutan Produksi pada14 Februari 2022.
“Namun apa yang terjadi, setelah kami melaporkan hal tersebut, malah kami yang ditangkap. Analoginya, saya punya motor dicuri orang , setelah saya laporkan ke pihak berwenang malah saya yang di tangkap mirisnya lagi motor sayapun dijual orang. Dimana keadilan di negara ini,” cetusnya.
Ricky menduga penetapan tersangka kepada RMY adalah upaya kriminalisasi yang dilakukan oknum terhadap Dirut PT JAP tersebut.
Pasalnya, Dalam perjalanan, PT JAP menang saat praperadilan karena terbukti pelapor bukan masyarakat, melainkan salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Tak sampai di situ, ternyata penyidik Gakkum KLHK masih menggunakan laporan yang sama untuk mengeluarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru tertanggal 14 Desember 2021.
“SPDP itulah yang kemudian digunakan untuk menetapkan Direktur Utama PT JAP (RMY) sebagai tersangka,” katanya.
Ricky mengaku, ada kejanggalan penggunakan laporan lama. padahal PT JAP sudah menang praperadilan untuk mengeluarkan SPDP.
Menurutnya, bila PT JAP terbukti melakukan penambangan secara ilegal, seharusnya penyidik bisa menunjukan bukti kuat.
PT JAP justru telah menunjukkan sikap kooperatif dan aktif dalam memberikan informasi kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kendari terkait dengan aktivitas penambangan illegal di sekitar atau di dalam Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) yang masuk di dalam JUP-OP.
Ia dan tim kuasa hukum lainnya menghargai putusan hukum, atas hal itu PT JAP siap menjalani proses persidangan sesuai dengan ketentuan hukum acara dan perundang-undangan yang berlaku.
“Kita mengharapkan tidak ada tebang pilih,Perlu diketahui, Bahwa PT. JAP telah memiliki izin pertambangan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Konawe Utara Nomor 153 tahun 2011 tanggal 11 Mei,” tukasnya.
Reporter: Sunarto
Editor: Via