Categories: Hukum

Soal Penanganan Kasus Tambang, Ketua DPP HPPNI Ingatkan Polisi Harus Objektif

Share
Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Polemik  tambang di Sulawesi Tenggara (Sultra) seakan tak ada habisnya. Polisi pun diminta objektif dalam menangani perkara tambang.

Sebagian besar perkara tambang masuk di kepolisian, salah satunya aduan atau laporan terkait penghambatan aktivitas penambangan akibat tuntutan masyarakat pemilik hak atas tanah.

Ketua DPP Himpunan Pengacara Pertambangan Nikel Indonesia (HPPNI),  Andri Dermawan, menjelaskan, tindak pidana merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan diatur dalam pasal 162 Undang-Hndang (UU) Cipta Kerja.

Hanya beber dia, pasal 162 bisa diterapkan jika pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB telah memenuhi syarat yang dimaksud pada pasal 86F huruf B dan pasal 136 ayat 2 yakni telah menyelesaikan kewajiban kepada pemegang hak atas tanah.

Sehingga perkara memperhambat aktivitas tambang tidak serta merta masyarakat yang tengah menuntut hak atau penyelesaian hak atas tanah lalu menghentikan aktivitas lantas langsung dijerat pasal 162.

“Karena harus dipastikan terlebih dahulu apakah pemegang IUP telah melaksanakan kewajibannya kepada pemegang hak atas tanah,” ujar dia, Kamis (16/6/2022).

Diterangkannya lagi, bilamana sengketa antarpemegang atas hak tanah dan pemilik IUP, penyelesaiannya tidak bisa dibawa ke ranah pidana.

Sebab, sengketa hak atas tanah dalam lokasi tambang sudah diatur mekanismenya melalui PP Nomor 96 tahun 2021 di pasal 176 ayat 2, yaitu dengan mediasi yang difasilitasi oleh menteri ESDM dengan melibatkan badan pertanahan dan pemerintah daerah.

Olehnya itu, dalam penyelesaian sengketa tanah di lokasi tambang, yang dikedepankan adalah mediasi yang difasilitasi pemerintah, bukan proses pidana.

Sehingga, Ketua Kongres Advokat  Indonesia (KAI) Sultra ini mengimbau agar pihak kepolisian berhati-hati dalam menerapkan pasal 162 dan mengedepankan proses mediasi dengan melibatkan pemerintah.

“Tidak dibenarkan pihak kepolisian menjadi lembaga pemutus atau pihak yang menentukan status hak kepemilikan tanah, karena itu bukan wewenang mereka,” pungkas Andri. (bds*)

 

Reporter: Sunarto
Editor: J. Saki

Komentar