Opini

Money Politik Adalah Pilihan Baik

Dengarkan

Tinggal menghitung hari, tepatnya 17 April, sejazirah nusantara akan menentukan pilihan politiknya dibilik suara. Pesta demokrasi lima tahunan kali ini kita akan di perhadapkan dengan lima pilihan politik, Presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota, dan DPD RI.

Semakin dekatnya hari H, membuat lima objek pilihan di atas semakin intens melancarkan jurus-jurus pamungkasnya untuk menggaet pemilih. Ada yang melakukannya dengan cara bersosialisasi langsung di tengah masyarakat, ada pula yang mengabarkan melalui iklan di siaran TV, Radio, ataupun media cetak dan elektronik.

Tak hanya peserta, tim sukses atau relawanpun juga semakin sibuk, disatu sisi sibuk mangkampanyekan calonnya, disisi lain sibuk menghitung-hitung peluang kemenangan serta potensi kekalahan calon jagoannya.

[artikel number=3 tag=”pemilu,” ]

Propaganda-propaganda juga tak lupa untuk digemuruhkan, tak jarang saling serang pun tak terelakan antara peserta pemilu, saling beradu argumen jadi tontonan dan sarapan sehari-hari.

Namun, dari berbagai strategi-strategi normatif dengan modal retorika di atas, sekejap sirna dihadapan pemilih. Ketika di perhadapkan dengan cara-cara kecurangan, dan money politik atau biasa disebut politik bagi-bagi uang menjadi senjata ampuh menggugurkan kevokalan calon lain.

Budaya bagi-bagi uang ini, sudah menjadi tren disetiap kali pemilihan umum di Indonesia, regulasi demi regulasi juga sudah diterbitkan untuk menekan maraknya money politik. Namun, tidak juga menunjukkan perubahan. Entah apa yang salah!!

Tentunya, pada pemilu kali ini senjata yang sama akan digunakan para politisi-politisi berduit untuk mendapatkan suara. Biasanya memasuki minggu tenang aksi bagi-bagi uang ini akan diluncurkan oleh tim-tim pemenangan.

Namun, sebelum pembagian tentunya banyak persiapan yang dilakukan oleh calon beserta timnya, yang paling sering biasanya tim-tim yang berada ditingkatan RT akan diminta menuliskan nama-nama pemilih yang akan diberikan uang. Ada pula calon yang lebih memilih membagikan uang dengan cara menembak ke udara.

Wilayah pembagian juga telah ditetapkan. Daerah yang diprediksi oleh calon tidak akan mendulang suara secara signifikan, atau disatu daerah yang merupakan kantong suara calon lain, akan digerogoti dengan nilai rupiah. Intinya para calon akan menghalalkan segala cara demi meraih kemenangan.

Melihat potensi kecurangan money politik akan semakin meningkat di Pemilu kali ini, tentunya hanya ada dua opsi. Pertama, Bawaslu harus lebih jeli melihat potensi kecurangan dan pengawasan harus lebih diperkuat dengan belajar dari pemilu-pemilu sebelumnya, dan kedua, pemilih harus dicerdaskan.

Kecerdasan pemilih menjadi penting dalam berdemokrasi, walau tak bisa di nafikkan menjalankan politik dalam negara yang menganut sistem demokrasi, membutuhkan biaya tinggi, ini pula yang membuka peluang terjadinya praktik money politik.

Tentunya dengan kelemahan itu, perlu adanya kesadaran berpolitik, karena tak terpungkiri salah satu penyebab maraknya praktik money politik, diakibatkan karena rendahnya pengetahuan masyarakat tentang politik.

Maka, tak hanya menjadi tugas KPU dan Bawaslu untuk terus menggemahkan gerakan tolak money politik, sekiranya semua unsur yang peduli dengan kehidupan demokrasi kita turut mengambil andil, dengan memulai dari diri sendiri dan lingkungan sekitar.

Dari unsur keluarga, kita harus lebih masif menyampaikan kepada anak-anak serta saudara-saudara, bahwa penyakit yang menjangkiti kehidupan demokrasi kita adalah, peserta pemilu yang tidak memiliki integritas dalam mengikuti kontestasi electoral.

Terpenting, insan-insan akademis harus mampu meyakinkan kepada masyarakat sampai ke akar-akarnya, bahwa budaya politik bagi-bagi uang yang sudah menjadi budaya di kepemiluan Indonesia harus mampu kita hentikan. Dan pelaku kecurangan sudah layak untuk dibumi hanguskan.

Serta jauh lebih penting, hadirnya peran negara dalam mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, dan salah satu unsur di dalamnya adalah kesadaran berpolitik masyarakat yang masih minim, pilihan politik masyarakat saat ini masih terpengaruh dengan diberikannya uang atau tidak. Jika tidak berarti pilihannya golput.

Maka, sebuah pepatah mengatakan; “Piihan Menentukan Nasib” artinya, pilihan kita hari ini menentukan nasib kita kedepan, jika pilihannya baik maka nasib baik akan menghampiri, begitupun sebaliknya.

Lantas pertanyaannya, apakah memilih karena uang adalah pilihan baik? Sekali lagi jelilah dalam menentukan pilihan politik, nasib lima tahun bangsa kedepan berada di tangan kita hari ini. Jika ada yang baik jangan lirik yang buruk, THIS IS SIMPLE.

Penulis: Ahmad Sadikin
Mahasiswa Prodi Ilmu Politik Universitas Halu Oleo Angkatan 2014

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button