Opini

Problematika Mafia Tanah

Dengarkan

Kepemilikan lahan menjadi permasalahan pelik yang hampir tidak terselesaikan dari generasi ke generasi. Rumitnya persoalan menjadikan konflik ini seolah buntu dan hanya menyisakan jejak buruk bagi masyarakat yang dirugikan tanpa kejelasan. Masyarakat dengan wawasan yang baik dan kemampuan yang cukup sangat memungkinkan tidak akan terlibat atau dirugikan oleh pihak yang ingin merebut lahan nya secara paksa. Keadaan hari ini justru dengan segala kemampuan finansial pihak swasta dengan mudahnya mengklaim lahan milik masyarakat atau membeli secara paksa dengan dalih perluasan investasi dan pengelolaan kekayaan alam. Salah satu yang menyuburkan praktik turun temurun ini ialah mental para pelayan masyarakat yang mampu dibeli dengan uang untuk memuluskan proyek perebutan lahan tersebut. Ada banyak motif yang terjadi pada konflik tanah yang selalu buntu di tengah jalan. Penyelesaian yang berujung di pengadilan sangat sulit untuk dimenangkan oleh pemilik lahan jika ia tidak faham administrasi dan aturan yang berlaku.

Sudah selayaknya sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di negeri ini, rakyat di tempatkan pada posisi yang tepat bukan justru mencari sejumlah alasan untuk memberikan pihak swasta bertambah kaya dengan menyiksa rakyat biasa. Tercatat antara tahun 2015-2022 sebabkan 1.500 petani, masyarakat adat, dan aktivis ditangkap. Korban tewas karena mempertahankan tanahnya berjumlah 69 orang, yang disebabkan karena mempertahankan tanah yang terkena imbas Pyoyek Strategis Nasional (PSN). Dalam data yang disampaikan Direktorat Monitoring KPK melalui wakil ketua KPK ,Nurul Ghufron pada Rabu 4/1/2023 “ Dalam periode ini ditemukan sebanyak 244 kasus mafia tanah dalam periode yang sama pihaknya juga menemukan telah terjadi sebanyak 31.228 kasus pertanahan dengan rincian 37% kasus sengketa 2,7 % konflik dan 60% perkara. Adapun masalah klasik sengketa agraria yang ditemukan adalah tumpang tindih Hak Guna Usaha (HGU) . Melalui Kajian ‘Pemetaan Korupsi Layanan Petanahan Tahun 2022’, KPK memotret bahwa sengketa ini terjadi karena sertifikat luas HGU di Indonesia masih banyak yang belum terpetakan. Sertifikat HGU yang belum terpetakan mencapai 1.799 serttifikat dengan luas mencapai 8,3 juta hektare.”

Menurut Fisher (2001-8) penyebab konflik diantaranya (1) Teori Hubungan Masyarakat, permusuhan ketidakpercayaan antar masyarakat (2) Teori Negosiasi Prinsip,terjadi karena posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan (3) Teori Kebutuhan Manusia, menyangkut kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi (4) Teori identitas, Terjadi karena identitas terancam (5) Teori kesalahfahaman antarbudaya , ketidakcocokan komunikasi antarbudaya (6) Teori Transformasi Konflik, ketidaksetaraan dan ketidakadilan menjadi penyebabnya. Maka dengan keenam penyebab konflik tersebut konflik agraria memenuhi keenam unsur di atas dan berujung ke pengadilan bukanlah cara yang tepat untuk memuaskan pihak yang dirugikan.

Mafia Tanah Merajalela

Mafia tanah telah lama dikenal di kalangan masyarakat, mereka memakai jalan yang lembut hingga kekerasan bahkan tidak segan untuk mengambil paksa tanah yang menjadi incarannya. Saat ini bukan rahasia lagi para mafia telah menguasai penegak hukum di negeri ini, bukan hal yang sulit bagi mereka mengatur oknum-oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN) , Polri dan Kejaksaan. Terlebih lagi mengarahkan para advokat, hakim dan lembaga terkait lainnya.

Garda terdepan yang memuluskan semua rencana para mafia tanah ialah menggunakan kelompok preman untuk mengeksekusi lapangan. Para preman digunakan untuk mengintimadasi, hingga penguasaan tanah. Bukan hal baru jika terdapat lahan yang berada pada posisi strategis ditawar oleh para mafia dan jika tidak kunjung tanah tersebut dilepas maka cara kasar adalah cara terakhir yang dilakukan. Apa yang bisa rakyat kecil lakukan jika para penegak hukum di negeri ini sudah di beli dan para mafia bisa bebas melalang buana mencari lahan baru tanpa hambatan. PR besar bagi para calon pemimpin yang dielu-elukan rakyat harus punya sikap dan pendirian untuk menuntaskan persoalan ini hingga ke akar-akarnya. Dalam hal ini sebenarnya ada dua hal yang bisa mengentaskan problem besar ini yang pertama, Pemerintah harus melenyapkan semua mafia tanah hingga ke pelosok-pelosok dan yang kedua , mengadu data semua pihak yang bersengketa dengan menghadirkan seluruh elemen masyarakat .

Dua hal tersebut akan membuat konflik yang tak berujung ini menemukan titik terang, karena ulah mafia layaknya jalan tol yang mulus mereka mendapatkan akses kemanapun dengan uang yang mereka miliki. Setelah pemerintah melenyapkan mafia dan membuat adu data di tempat yang netral yakni di kampus-kampus yang memiliki fakultas hukum agraria. Mengapa tidak diselesaikan secara hukum, karena penegak hukum telah dalam genggaman mafia dan tidak bisa meminta keadilan pada pihak yang telah dibeli harga dirinya. Selanjutnya untuk keterbukaan adu data bisa dibuka untuk publik dan disiarkan melalui media dengan begini adu data akan terlihat mana pihak yang memalsukan atau mengada-ada kepemilikan lahan.

Edukasi Masyarakat Pedalaman

Masyarakat pedalaman menjadi sasaran mafia yang faham mereka tidak memahami adinistasi pertanahan dan jalur hukum yang harus ditempuh. Upaya preventif salah satunya ialah dengan edukasi pada masyarakat karena dengan tingkat pendidikan atau tidak mengetahui cara mempertahankan lahan yang di klaim pihak lain. Dengan masifnya edukasi pada masyarakat pedalaman akan mengurangi kasus mafia tanah karena semua hal yang selama ini tidak diketahui telah dijelaskan secara gambalng oleh Pemerintah. Upaya edukasi bukan hanya persoalan memberikan pengetahuan atau menyelesaikan kasus-kasus yang terindikasi akan diklaim orang lain, namun ini menjadi salah satu cara meningkatkan taraf hidup serta pemahaman masyarakat pada apa yang mereka miliki.

Disamping sebagai upaya pencegahan, edukasi pada masyarakat dinilai sebagai upaya yang mampu membuat masyarakat bertahan karena masyarakat telah faham akar permasalahan dan mengetahui langkah apa yang bisa dilakukan jika lahannya menjadi target para mafia. Pada akhirnya kemampuan,pengetahuan serta aktualisasi yang telah difahami masyarakat akan membuat seamkin terpojoknya mafia melancarkan cara klasik merebut lahan masyarakat. Setelah berjalannya edukasi penyelamatan lahan masyarakat diperlukan keberlanjutan program ini karena bila hanya sesaat atau hanya beberapa tahun akan memunculkan problem baru yakni lebih liciknya mafia merampas tanah dengan cara yang lebih elegant. Keberlajutan harus melibatkan para ahli waris pemilik tanah sebab jika hanya melibatkan pemilik tanah ahli waris yang menjadi penerus kepemilikan akan dengan mudah digembosi dengan iming-iming yang beragam.

Pendataan yang Akurat

Semua persyaratan kepemilikan harus dimiliki oleh pemilik lahan. Jika telah dilakukan pengetasan mafia , edukasi yang intensif selanjutnya administrasi yang harus dimiliki pemilik lahan harus segera diselesaikan. Cara yang ampuh untuk mengklaim kepemilikan ialah bukti administrasi, pengetasan semua bentuk persyaratan itu harus pula melibatkan semua ahli waris dan tokoh masyarakat. Selain menuntaskan persyaratan administrasi, harus dikuatkan mental para pemilik lahan yang mudah diiming-imingi dengan harga yang tinggi dan tidak memikirkan nasib kedepannya. Semua tokoh yang memiliki kewajiban menjaga kelestarian wilayah tersebut harus mennyampaikan dengan sejelas-jelasnya,walaupun dalam proses pemindah alihan kepemilikan tidak melanggar hukum namun setelah lahan tersebut tidak lagi dimiliki oleh masyarakat setempat kemungkinan problem baru akan muncul bisa berupa hadirnya pabrik yang menimbulkan polusi udara, pusat perbelanjaan yang mematikan perekonomian warga, munculnya tempat perusak generasi bangsa, dan kemungkinan lain yang secara hukum sulit di bantah. Pemahaman masyarakat bukan hanya tentang hukum atau mempertahankan lahan pribadi namun pelestarian dan membuat keberadaan wilayah tersebut diakui. Kebanyakan dari kasus-kasus yang terjadi para mafia yang mengincar lahan tertentu untuk mewujudkan cita-citanya membangun tempat tertentu atau mengelabui penegak keamanan dari jeratan kasus tertentu. Pelurusan pemahaman ini harus dijalankan oleh seluruh elemen masyarakat agar tercipta ketahanan dan persatuan masyarakat di daerah pelosok.

Oleh: Sabarnuddin
Penulis Merupana Mahasiswa Sejarah Universitas Negeri Padang

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button