PLN Potensi Alami Krisis Energi, Pemerintah Diminta Beri Sanksi Emiten Batu Bara yang Tidak Penuhi DMO
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Perusahaan Listrik Negara (PLN) berpotensi mengalami krisis energi dalam kebutuhan pasokan batu bara ditengah disparitas antara harga Domestic Market Obligation (DMO) dan harga pasar yang kembali melebar beberapa waktu terakhir.
Sehingga banyak perusahaan batu bara enggan memenuhi tanggung jawabnya terhadap PLN karena harga DMO batu bara masih dipatok 70 dolar AS per ton. Sementara harga ekspor batubara saat ini telah mencapai 400 dolar AS per ton.
Ketidakpatuhan perusahaan tambang batu bara memenuhi DMO kebutuhan pasokan PLN, berpotensi memicu krisis energi di sektor ketenagalistrikan. Hal ini dapat memantik PLN untuk turut menaikkan harga energi dalam yakni tarif dasar listrik. Ketika itu terjadi maka negera akan dipastikan mengalami stagflasi.
Ketua Bidang Pembangunan Energi, Migas dan Minerba PB HMI Muhamad Ikram Pelesa meminta pemerintah tegas memberikan sanksi kepada emiten yang tidak patuh terhadap pemenuhan DMO dalam negeri.
Hal tersebut ditegaskannya demi menghindarkan PLN mengalami krisis energi, yang dapat memperhadapkan Indonesia dengan stagflasi secara ekonomi.
“Situasi yang menyulitkan tengah dihadapi PLN, ini mesti ditanggapi serius banyak pihak. Kami meminta pemerintah tegas memberikan sanksi kepada emiten yang tidak patuh terhadap pemenuhan DMO dalam negeri. Ini demi menghindarkan PLN mengalami krisis energi yang dapat memperhadapkan negara kita dengan stagflasi, di mana situasi ekonomi tidak bergerak, pengangguran tinggi, inflasi tinggi dan turunnya daya beli masyarakat,” ucap dia, Sabtu (13/8/2022).
Menurutnya, setiap perusahaan batu bara yang mendapat penugasan dari pemerintah tidak menunda kewajiban DMO dalam negeri. Apalagi dengan alasan menunggu terbentuknya Badan Layanan Umum (BLU) Batu Bara.
Sebab pria kelahiran Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) ini bilang batu bara untuk PLN tidak ada kaitannya dengan rencana pembentukan Badan Layanan Umum (BLU), keduanya merupakan hal yang berbeda.
Sehingga pihaknya meminta pemerintah agar kembali menyetop ekspor batu bara jika terjadi hambatan pada pasokan DMO batu bara untuk PLN dan industri lainnya.
Mungkin untuk beberapa hari ke depan stok batu bara PLN relatif masih aman karena berada di posisi 19 hari operasional (HOP) dari syarat minimal yang ditentukan yaitu 15 HOP. Pemerintah tidak boleh lamban mengantisipasi kebutuhan minimum batubara PLN. Karena jika sampai menghambat pasokan DMO batubara untuk PLN dan industri lainnya.
“Harapan kami pemerintah kembali menyetop ekspor batubara sampai semuanya aman dalam kendali,” pintanya.
Ia menjelaskan kewajiban pemenuhan DMO batubara sebesar 25 persen untuk para emiten batubara dengan harga US$ 70 per ton telah diatur dalam Keputusan Menteri ESDM berdasarkan amanat UU No. 3 Tahun 2020 tentang minerba bahkan dalam RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) besaran DMO batubara secara eksplisit bahkan ditambah menjadi 30 persen.
Ia berharap pemerintah tidak lemah dihadapan emiten batubara, PLN mesti hidup sehat, kebutuhan pasokan batubaranya mesti terjamin tidak boleh sampai mengalami krisis energi karena dapat menyulitkan semua pihak utamanya masyarakat. Sebab, jika hal itu terjadi sudah barang tentu negara akan mengalami stagflasi
“Salah satu solusinya adalah pemerintah tidak lemah dihadapan emiten batubara, PLN mesti hidup sehat, kebutuhan pasokan batubaranya mesti terjamin. Jangan sampai PLN ikutan menaikkan harga energi, ini akan mendorong proses stagflasi ini lebih cepat,” tukasnya. (bds)
Reporter: Sunarto
Editor: J. Saki