Komite Sekolah, Pungutan atau Sumbangan?
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Penarikan dana komite oleh pihak sekolah kepada siswa, cenderung mengarah pada pungutan, meski oleh pihak sekolah dianggap sebagai sumbangan.
Salah seorang Dosen Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Sulawesi Tenggara (UNUSRA), Dr. Maulana Saputra Sauala, SH. M.Kn, menjelaskan, terkait pembayaran komite orang tua atau wali siswa pada sekolah, sifatnya seharus sumbangan dan bukan pungutan.
“Perlu kita ketahui sebenarnya ketika kita mengacu pada regulasi, dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) ada 2 regulasi yang kelihatannya sering salah diartikan oleh kebanyakan sekolah dan masyarakat,” bebernya, Minggu (4/8/2019).
Kedua regulasi tersebut yaitu Permendikbud No. 44 tahun 2012 tentang pungutan dan sumbangan, kemudian Permendikbud No. 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
“Nah, kedua regulasi tersebutlah yang kadang sering disalahartikan. Kalau berbicara tentang Permendikbud No. 44/2012 dijelaskan bahwa pungutan itu memang ada aturannya akan tetapi harus memenuhi syarat-syarat tertentu untuk dilakukan,” jelasnya lagi.
Bagi satuan pendidikan dasar (SD dan SMP) atau program wajib sekolah 9 tahun, pungutan itu memang diatur tapi tidak ditekankan pada orang tua/wali siswa yang kurang mampu. Harus ada transparansi dana pada pihak orang tua/wali siswa, dan satuan pendidikan dasar yang dibentuk oleh pemerintah maupun pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan terkecuali satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
“Lain hal lagi kalau kita berbicara tentang Permendikbud No. 76/2016, disitu sudah jelas tidak ada yang namanya pungutan yang ada hanya sumbangan dan sifatnya tidak mengikat. Bentuknya pun tidak harus berupa uang, bisa dalam bentuk barang ataupun jasa,” ungkapnya.
Menurutnya, terkait pihak sekolah-sekolah memberlakukan pungutan atau sumbangan sebenarnya bukan merupakan suatu masalah, dikarenakan hal tersebut memang memiliki asas gotong royong di dalamnya.
Yang menjadi permasalahan menurutnya adalah, oknum-oknum sekolah yang memanfaatkan hal tersebut sehingga ada unsur paksaan di dalamnya.
“Yang jadi masalah itu ada nominal atau jumlah besaran yang ditentukan dan disamaratakan kepada seluruh siswa, kemudian sifatnya mengikat atau ada batas waktu yang ditentukan dan tidak ada transparansi dana di dalamnya, sehingga hal tersebut ditakutkan akan menjadi dasar memperkaya oknum anggota komite sekolah,” tandasnya.
Adapun berdasarkan keterangan yang didapatkan dari beberapa siswa SMA di Kendari, Am (16), AS (17), PN (17), di sekolah mereka, pembayaran komite memiliki nominal dan waktu yang ditentukan untuk dilunasi dan disamaratakan untuk seluruh siswa.
Adapun terkait hal tersebut, Kepala Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Sultra, Mastri Susilo, pun telah memberikan penegasan bahwa saat ini masih banyak sekolah di Kota Kendari yang melakukan pungutan dengan modus sumbangan.
“Perihal pungli dengan modus sumbangan di sekolah, pihak kami telah berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan agar segera melakukan pembinaan kepada sekolah-sekolah,” jelasnya.
Adapun terkait pungutan yang masih banyak dilakukan di lingkungan sekolah, pihak Ombudsman RI Sultra telah melarang keras hal tersebut.
Reporter: Gery
Editor: Rani