Benturan Peradaban Huntington Vs Pilkada Serentak Indonesia
Ketika sedang melakukan jogging jalan santai sambal mendengarkan ulasan di skusi di podcast dalam bentuk VT di media sosial Youtube, membahas tentang perkembangan sosial menjelang pelaksanaan pilkada serentak tgl 27 November 2024 dan disaat yang sama terbersit pikiran untuk mempertanyakan kembali apakah ada relevansi kekinian tentang buku yang fenomenal dengan saya mengajukan pertanyaan bahwa; apakah “Tesis Huntington” dalam bukunya ‘Benturan Peradapan’, yang menyoroti tentang beberapa hal yang masih relevan dan terkait dengan permasalahan di pilkada serentak indonesia saat ini?.
Perlu juga saya melakukan diawal Disclaimer terlebih dahulu terkait artikel ini yang bersifat informatif dan tidak dimaksudkan untuk mendukung atau menentang pandangan politik tertentu. Apalagi untuk menyinggu atau mendiskreditkan paslon tertentu untuk hal diatas, mengingat di jaman now kudu berhati hati untuk menyampaikan pikiran pokok supaya tidak menjadi persoalan dimasyarakat apalagi terkait dengan ketersinggungan atnit tertentu.
Samuel Huntington, dalam bukunya yang terkenal, The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order , mengusulkan tesis menarik tentang konflik pasca Perang Dingin. Ia berargumen bahwa identitas budaya dan agama akan menjadi sumber utama konflik di masa depan, menggantikan ideologi sebagai pemicu utama perang. Pertanyaannya adalah, bagaimana relevansinya tesis ini dengan perkembangan dinamika politik yang tengah berlangsung seperti Pilkada Serentak di Indonesia?
Adada beberapa sudut pandang spektrum amatan kita untuk memahami kondisi saat ini dimana issu identitas yang sangat lokalistik mencuat menjadi issu yang sering di apungkan dalam berbagai issu untuk menarik simpati dan empati masyarakat pemilih sebagai kunci seprti adanya pendikotomianditengah masyarakat sebagai paslon pribumi asli daerah setempat dengan di benturkan pada etnis tertentu untuk menunjukan siapa yang boleh dan layak dipilih menjadi pemimpin di Sulawesi tenggara, tidak terkecuali dan hamper di setiap daerah yang menyelenggarakan pilkada mengalami distrorsi sosial antropologis seperti ini.
Salah satu konsep kunci dalam tesis Huntington adalah pentingnya identitas untuk menunjukkan posisioning dari setiap kelompok. Di Indonesia, identitas etnis, agama, dan kedaerahan sangat kuat dan sering kali menjadi faktor penentu dalam proses pilitik disetiap kejadian pemilihan kepala daerah, termasuk Pilpres dan pemilihan legislatif.
Hal lainnya adalah penonjolan identitas etnis tertentu dalam kegiatan kampanye terbuka misalnya, di banyak daerah sering kali oleh jurkam ataupun kandidat paslon dengan latar belakang etnis yang sama dengan mayoritas pemilih cenderung lebih diuntungkan. Hal ini menunjukkan bahwa identitas etnis masih menjadi faktor kuat dalam menentukan pilihan politik masyarakat.
Begitu juga dengan menunjukakan identitas keagamaan, mengingat Indonesia sebagai negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam terbesar, seringkali corak identitas keagamaan selalu menjadi isu yang sensitif dalam setiap pelaksanaan pilkada, terutama di daerah dengan komposisi penduduk yang mayoritas keberagamannya sangat menonjol keislamannya sebagai contoh. Tidak terkecuali juga identitas regional yang datangnya dari provinsi tetangga hijrah untuk mendapatkan akses modal termasuk sumberdaya alam misalnya kemudian hal ini sering atau bisa saja menjadi issu yang dikemas dan bahkan masuk menjadi sentimen regional hal ini sangt mungkin tidak dapat di hindarkan dan juga menjadi faktor penting. Disisi lain masyarakat cenderung memilih kandidat yang dianggap lebih memahami dan memperjuangkan kepentingan daerahnya.
“Huntington meramalkan bahwa konflik antar peradaban akan menjadi hal yang umum di masa depan”. Relevansinya dengan kondisi saat ini ditengah maraknya pilkada serentak dimana paslon kepala daerah sedang melakukan advokasi dan agitasi untuk memenangkan pilihan rakyat dalam setiap pertemuan akbar terbuka dalam putara akhir kampanye terbuka sekarang ini, dan hal ini kita bisa melihat bagaimana identitas yang berbeda-beda ini dimunculkan dan bahkan di advokasi sebagai “bentuk invasi” territorial putra daerah asli Sulawesi tenggara misalnya, dan situasi seperti ini bisa menjadi pemicu persaingan dan bahkan konflik antar etnik dan semoga tidak demikian.
Hal lain terkait tesis Huntingtonyang menjadikan persaingan “Antar Kelompok” pada pelaksanaan Pilkada, seringkali menjadi ajang persaingan seperti ini yang berbeda berdasarkan identitas lokal menjadi perhitungan dasar untuk memasangkan calon Kepala Daerah di sandingkan tokoh daratan Sultra atau Kepulauan sehingga kelompok etnik tertentu juga kadang kala hadir dari luar etnik daerah setempat sehingga memicu Persaingan yang berujung pada polarisasi dan perpecahan di masyarakat.
Padahal sejatinya demokrasi yang seharusnya menjadi wadah untuk mengakomodasi berbagai perbedaan, justru seringkali diperalat untuk memperkuat identitas kelompok, etnis tertentu. Ini lah wajah demokrasi kita yang di maksud Huntington relevansinya dalam makna realitas dipilkada serentak Indonesia yang bisa kita tangkap makna yang tersirat untuk menjadi pemaknaan ulang bagaimana mekanisme demokrasi dapat dimanfaatkan untuk menggalang dukungan berbasis identitas. Menyadari sepenuhnya meskipun tesis Huntington secara umum membahas konflik antar peradaban dalam skala global, namun konsep-konsep yang ia kemukakan sangat relevan dengan dinamika politik lokal seperti Pilkada di Indonesia.
Oleh : DRLAKAI