Sengketa Lahan, DPRD Kendari Minta Pembayaran Rumah Warga Perumahan Bumi Arum Ditangguhkan
KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Warga perumahan Bumi Arum yang terkena dampak atas permasalahan sengketa lahan antara pengembang perumahan Bumi Arum dan ahli waris H. Saeka mengadu ke DPRD Kendari.
Terkait itu, Ketua Komisi I DPRD Kendari, La Ode Lawama didampingi Sekretaris Komisi III, Hasbulan dan Anggota Komisi III DPRD Kendari melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan menghadirkan ahli waris, pihak pengembang, perbankan, OJK Sultra, Dinas Pertanahan Kendari serta Dinas Perumahan Kendari.
Dalam RDP yang berjalan alot tersebut, Lawama selaku Ketua Komisi I DPRD Kendari menyebut, dirinya akan mediasi kedua belah pihak baik dari pengembang Perumahan Bumi Arum yakni Kadek dan Ahli Waris yakni Sudarmanto untuk menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan.
“Namun jika tidak ada kata sepakat atau damai maka kedua pihak dapat menempuh jalur hukum,” katanya dalam RDP yang dilakukan di Ruang Rapat Komisi I DPRD Kendari, Selasa (23/07/2024).
Dia menambahkan, sebelum adanya keputusan yang tetap terhadap objek sengketa di mana juga menimpa tanah warga, Lawama meminta agar warga yang menjadi korban atas sengketa tersebut untuk sementara pembayaran rumahnya ditangguhkan.
Selain itu, bagi pengembang jika tidak membuka diri atas persoalan ini maka dirinya akan mengadu ke PTSP untuk dicabut izinnya.
Sementara Ahli Waris H. Saeka, Sudarmanto membeberkan awal persoalan sengketa lahan. Dia menuturkan, persoalan bermula dari dibangunnya Bumi Arum 2 di mana pembangunan mengenai lahan orang tuanya.
“Pengembang perumahan ini termasuk investor nakal yang memaksa pemilik tanah untuk menjual tanahnya bahkan sudah tiga kali Pak Kadek selaku pengembang menawar tanah tersebut untuk dijual namun dari kami selaku ahli waris tidak menyetujui,” tuturnya.
Jadi dia berharap, hal ini menjadi catatan bagi perbankan maupun OJK selaku pengawas terkait pengembang nakal semacam ini.
“Perlu diketahui, tanah tersebut awalnya milik H. Kalar yang dijual kepada orang tua kami dengan luas 16 ribu persegi,” jelasnya.
Sementara milik pengembang juga sama dari H. Kalar dengan luas 14 persegi jadi dari dua sertifikat. Inilah yang dari pihak pengembang ingin ditukar artinya pemindahan objek. Sehingga dari ahli waris ingin mempertahankan hal tersebut.
Di tempat yang sama, Legal Officer Bumi Arum, Tri Mandala mengatakan, sebagai pengembang tentu ingin membuka usaha tanpa adanya masalah.
“Intinya bukan hanya warga yang membutuhkan legal standing atau kedudukan hukum tetapi kami juga selaku pengusaha untuk menjalankan usaha kami,” tutur dia.
Adapun Yusuf sebagai perwakilan warga Perumahan Bumi Arum mengatakan, warga ingin pengembang menyelesaikan permasalahan sengketa tanah ini.
Berharap ke depan baik bank maupun pihak pemerintah sebelum memberikan izin terhadap pengembang agar memperhatikan persoalan tanah.
“Terkait pembayaran rumah bukan kami tidak mau membayar tetapi sebagai warga yang terdampak akan menyelesaikan pembayaran rumah jika masalah sengketa tanah diselesaikan. Jadi kami harap dari perbankan untuk penangguhan pembayaran rumah,” pungkasnya. (bds)
Reporter: Septiana Syam
Editor: Biyan