Buton Selatan

Warga Kelurahan Laompo Tagih Janji Pemda Busel

Dengarkan

KENDARI, DETIKSULTRA.COM – Kurang lebih sekitar 3.700 kilometer panjangnya, tanah milik warga Kelurahan Laompo, Kecamatan Batauga, Kabupaten Buton Selatan (Busel), Provinsi Sulawesi Tenggara, kini tak jelas ganti ruginya setelah digunakan Pemda Busel sebagai jalan menuju perkantoran.

Warga hanya diberi janji. Baik diimingi akan mengangkat anak pemilik tanah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), hingga janji akan menggantikan tanah mereka dengan yang baru.

Salah satu warga pemilik tanah, Muhamad Amirudin, hingga saat ini masih terus mencari kejelasan akan ganti rugi tanah miliknya. Padahal kasus tersebut sudah bergulir sejak tahun 2015 silam.

[artikel number=3 tag=”pemda,tanah,” ]

Lebih jauh dia menjelaskan awal mula tanah mereka digunakan oleh Pemda Busel yakni saat pemekaran dari Kabupaten Buton terbagi menjadi Buton Selatan. Saat itu Pemda Buton melakukan peninjauan lokasi untuk ruas jalan menuju persiapan perkantoran Pemda Busel. Atas instruksi pemerintah kecamatan dan pejabat pertanahan, maka ditetapkanlah Kelurahan Laompo, Kecamatan Bataua sebagai bagian dari ibu kota kabupaten yang jaraknya kurang lebih empat kilometer dari pemukiman warga dan kelurahan.

“Setelah itu ditetapkan bahwa tanah masyarakat setempat akan digunakan karena masuk dalam area jalan menuju perkantoran Pemda Busel. Sebelum penetapan dan pengambilan tanah warga, Pemda dan warga pemilik tanah membuat sebuah perjanjian lisan bahwa anak pemilik tanah akan diangkat menjadi PNS,” ucap Muhammad Amiruddin saat dihubungi Detiksultra.com, Jumat (22/2/2019).

Sebelumnya, tanah tersebut sudah dilakukan penggusuran lebih awal dengan tujuan untuk memudahkan warga dalam beraktivitas di perkebunannya sehingga jalan yang digusur itu hanya bisa diakses oleh satu kendaraan saja.

“Awalnya bukan 30 meter jalannya yang digusur oleh Pemda, sehingga jalan itu hanya bisa diakses oleh satu kendaraan saja. Sebelum dilakukan penggusuran, ada janji pejabat daerah Buton kepada warga bahwa mereka yang tanahnya digunakan untuk jalan, anaknya akan di-PNS-kan sehingga warga beramai-ramai memberikan tanahnya,” ungkap Amiruddin.

Memasuki akhir tahun 2015, lanjut Amiruddin. terjadi lah tahap pertama penggusuran untuk pembuatan jalan menuju perkantoran Pemda Buton Selatan. Dengan panjang 1 kilometer. Di tahun 2016, Pemda Busel kembali melakukan penggusuran satu kilometer, sehingga sudah mencapai 2 kilometer.

“Sejak 2015, 2016 hingga 2017 Pemda Busel sudah melakukan pengusuran sepanjang 3.700 kilometer kalau tidak salah,” bebernya.

Dengan kesepakatan yang dibuat dengan warga, Pemda Busel mengklaim bahwa tanah yang digunakan untuk jalan adalah tanah hibah yang diberikan oleh warga, maka dibentuklah sebuah dokumen yang dalam dokument nampak semacam laporan.

Atas komitmen itu, Pemda Busel mendatangi satu persatu di tiap rumah warga lalu menyatukan mereka di salah satu rumah warga. Pemda sengaja membuat daftar hadir dan memberikan selembaran kertas kosong untuk ditandatangani oleh warga.

“Setelah kami tau ternyata kertas kosong itu dijadikan sebagai surat pernyataan yang dibuat sendiri oleh Pemda tanpa kop dan tanpa stempel, itulah dasar Pemda Busel mengklaim bahwa dokumen itu adalah dokumen hibah, dimana dokumen hibah yang mereka klaim itu murni keinginan warga,” papar Amiruddin.

Tak hanya itu, didalam lembaran pertama dan terakhir, diduga terdapat pemalsuan tanda tangan karena dalam surat itu, kata Amiruddin, warga menandatangani kertas kosong. Mereka tidak tahu apa isinya.

Setelah problem ini mencuat, baru terlihat jelas bahwa selama ini telah terjadi pembodohan kepada masyarakat yang terlihat jelas dalam satu dokumen yang diklaim oleh Pemda Busel itu merupakan dokumen hibah yang sah,” ujar Amiruddin kecewa.

Hingga saat ini, komitmen yang dibuat Pemda Busel bersama warga, tak kunjung terealisasikan.

“Mereka sudah mengambil tanah kami namun sampai saat ini komitmen yang sudah disepakati tidak pernah ada realisasi atas janji untuk men-PNS-kan dan memberikan lahan baru kepada masyakarat yang sudah memberikan tanahnya,” ujarnya kesal.

Tak hanya membodohi, Pemda Busel rupanya kerap kali menakut nakuti warga dengan mengatakan bahwa tanah sebagian warga yang digunakan pemerintah sebagai jalan umum menuju perkantoran Pemda Busel, berstatus APL dan masyarakat tidak memiliki hak sama sekali untuk menjadikan tanah tersebut sebagai milik pribadi, dan Pemda selama ini selalu mempropaganda warga pemilik tanah. sehingga sering terjadi konplik kecil antara masyarakat dan masyarakat.

“Jadi jalan menuju lokasi perkantoran Pemda Busel hari ini kurang lebih 3.700 kilometer dimana 2 kilometer bersertifikat atas nama pemilik lahan yang terbit sejak tahun 1992 dan 1,7 kilometer diklaim Pemda Busel berstatus areal penggunaan lain (APL),” cetusnya.

Sementara tanah milik masyarakat tersebut adalah perkebunan yang sudah berpuluh tahun dikelola oleh masyarakat hingga saat ini sebagai lokasi perkebunan yang produktif.

“Secara tidak langsung ini murni adalah bentuk pembodohan oleh Pemda Busel hari ini dengan tidak memperhatikan Pancasila, UUD 1945 dan Peraturan Hukum yang berlaku di NKRI ini,” katanya.

Tak terima atas sikap dari Pemda Busel,
masyarakat pemilik lahan kembali melakukan hearing, dengan pemerintah, kepolisian dan TNI. Namun dalam hearing itu tidak mendapatkan titik terang. Sehingga pemilik lahan melanjutkan hearing dengan DPRD Busel alhasil DPRD Busel memberikan rekomendasi kepada Pemda Busel untuk menggantikan tanah yang sudah dipakai. Namun hingga saat ini Pemda Busel belum merealisasikan .

Dirinya akan terus mendorong permasalahan ini kepada pihak – pihak terkait, guna menyikapi apa yang menjadi keluh kesah masyarakat selama ini.

“Kami akan terus melaporkan masalah ini, kalau memang sampai hari ini kami belum diberikan hak yang seharusnya kami dapatkan,” tutup dia

Reporter : Sunarto
Editor: Rani

Baca Juga

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button